Tentang Akal Manusia

Membahas akal tentunya semua orang sudah tau apa akal atau pikiran itu ?. Akal atau pikiran adalah kumpulan pikiran-pikiran sadar atau pengalaman-pengalaman kita, posisinya dibawah pimpinan kamauan. Akallah yang mengendalikan perbuatan-perbuatan kita, meskipun tidak menduduki tempat yang paling tinggi dalam diri manusia, namun akal mempunyai tugas yang penting sekali karena tanpa akal sadar kita tidak akan tahu keadaan hidup kita, dan bisa dikatakan kita serupa dengan orang yang tidur berjalan.

Akal adalah tenaga pengatur yang sadar sedangkan kemauan adalah intinya
Anggapan orang tentang akal bermacam-macam tentunya. Ada orang yang ingin menggunakan akalnya untuk mengumpulkan harta dan kekayaan. Ada yang ingin menjadikannya sebagai gudang ilmu. Ada pula orang yang membiarkan saja akalnya sehingga gersang tak terpelihara, karena menurutnya menggunakan akal berarti memeras otak. Ini adalah penting, dan tentunya anda ingin mengetahui bagimana sebaiknya menggunakan akal saya untuk.......(isi sendiri)?.

Hal demikian bukanlah yang paling penting, dan yang lebih penting adalah mengetahiu dulu apakah Akal itu memang bisa dipergunakan. Ibarat pisau yang tumpul adalah alat yang buruk yang tidak dapat dipergunakan serta tidak bermanfaat. Lalu bagai mana dengan akal anda, apakah akal Anda laksana pisau tajam ?. Marilah kita selidiki dulu bagaimana akal itu sebelum digunakan sebagai alat.

Banyak orang yang belajar, padahal akalnya lemah atau rusak, hasilnya tentu mengecewakan.

Sungguh kurang tepat menggunakan akal tanpa mengetahui lebih dulu apakah akal itu. Siapa yang mau belajar menggunakan akal sedikit banyaknya harus tahu ujud serta macam alat yang dinamakan akal itu, kemudian menyingkirkan semua cacat dan kesalahan yang melekat pada alat tersebut.

Ia harus menjadi manusia positif yang memiliki akal yang tajam dan positif terlebih dahulu sebelum bisa menggunakan akal dengan sebaik-baiknya. Barulah ia bisa belajar dan memahirkannya dalam dunia, politik, perdagangan, bisnis serta ilmu pengetahuan.

Sekitar empat ratus tahun yang lalu, seorang filsuf termasyur Spinoza menulis buku tentang hal menyempurnakan akal, didalam tulisannya ia memberikan pelajaran-pelajaran bagus yang ternyata memang benar dan nyata. Salah satu dalilnya menyatakan bahwa dalam akal terdapat lebih banyak pikiran yang positif daripada yang negatif.

Ujud hakikat pikiran adalah positif. Spinoza menjelaskan hal ini dengan cara yang mudah dipahami, mula-mula yang dibahas adalah pikiran negatif yang ada didalam akal, dan menurutnya apabila kita mengenangkan pikiran-pikiran negatif maka akan timbul peresaan enggan dan tidak senang. Hal ini sungguh sesuatu yang menggembirakan kata Spinoza, karena dengan demikian ternyata selalu ada keinginan pada diri kita untuk melenyapkan cacat yang melekat pada akal.

Awalnya saat yang terang demikian itu jarang ada, dan kalaupun ada hanya sesaat, akan tetapi setelah makin lama berfikir menurut cara-cara yang benar maka saat yang terang ini pun seringkali terjadi dan berlangsungnya pun makin lama. Khususnya ini terjadi setelah saya insyaf bahwa mengumpulkan harta, kekayaan, mengejar kenikmatan dan kehormatan itu tidak baik / merugikan selama hai itu tidak dipergunakan untuk mencapai tujuan yang lebih luhur. Setelah segala sesuatu itu dijadikan alat yang semata-mata untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi dan luhur, mereka itupun bisa dikendalikan dan oleh karena itu tidak lagi bersifat merugikan atau merusak.

Sebelum kita menceburkan diri dalam masyarakat, sebelum kita mengabdikan diri untuk ilmu pengetahuan, kita harus mengetahui cara menyempurnakan dan menjernihkan akal terlebih dahulu.

Apakah yang menjadi dasar dari akal ? Apakah itu pengalaman, tentu tidak hanya pengalaman saja. Apakah akal itu merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman, ataukah berdasarkan pengetahuan yang diwariskan secara turun-temurun.?

Tentu saja tidak, asas daripada akal adalah sifat mengetahui dan bukannya sifat mengatur yang serba kebetulan, melainkan pengetahuan yang melekat pada otak berdasarkan sebab-sebab yang diakui kebenarannya. Jika diperbandingkan dengan ilmu pasti, maka kita bisa mengatakan demikian : Sebagaimana halnya dasar gedung ilmupasti itu adalah aksioma-aksioma atau dalil yang tidak terbuktikan, namun diterima oleh setiap orang, demikian pula dengan akal, akal itu juga berdasarkan aksioma-aksioma pengetahuan.. Pengetahuan ini sudah dimiliki sejak masih bayi, dan juga dimiliki oleh bangsa-bangsa yang bagaimanapun primitifnya, kenyataan ini memungkinkan kita untuk mulai menggunakan akal, dan sekali dimulai maka tidak akan sulit untuk menyempurnakannya.

Sudah barang tentu, dalam kesadaran kita untuk menggunakan dan memperbaiki akal, kita harus mulai dengan yang paling sederhana. Manusia primitive mengambil batu dan menggunakannya sebagai palu, ia memperbaiki alat itu dan memberinya bentuk tertentu yang paling cocok menurut fungsi serta tujuannya, kemudian munculah palu dari tembaga dan baja dan dengan palu ini dibuatlah alat lainnya, sehingga lambat laun terciptalah pesawat yang rumit seperti yang sekarang ada. Demikian pula dengan cara akal membentuk dan membuat alat-alat rohani yang mendasari perbuatan-perbuatannya. Ia mulai dengan yang sederhana dan berakhir dengan yang sempurna.

Mula-mula dengan akal kita mengetahui tujuan yang menjadi sasaran pikiran kita, kemudian memilih pikiran-pikiran positif diantara pikiran yang negatif, mentertipkan keadaan sehingga memungkinkan untuk memilih yang berfaedah dan menyingkirkan yang tidak berguna. Pikiran yang jelas dan terang tak mungkin salah, Akal yang jernih dengan segera memberitahukan pikiran-pikiran mana yang salah dan mana pikiran yang benar. Hanya ada dua macam pikiran, yang positif dan yang negatif, dan diantara yang positif dan yang negatif itu ada kesangsian/ragu-ragu. Kita biasanya memasukkan kesangsian kedalam golongan pikiran-pikiran yang salah, padahal kesangsian itu bukanlah disebabkan oleh kesalahan pikiran, melainkan kesalahan akal yang tidak mampu memberi ketertiban yang diperlukan dalam hal ini, sehingga akal tidak bisa mengikuti rantai pikiran-pikiran yang menuju kepada tujuan yang bersahaja.

Hal yang bersahaja selalu kita pahami dengan akal. Karena justru inilah pokok kemampuan untuk memahami yang tertanam dalam diri setiap manusia sejak lahir. Oleh karena itu, latihan akal bertujuan untuk mengembalikan pengertian-pengertian yang berganda kapada pengertian-pengertian yang bersahaja, sesuai dengan pengetahuan kita. Jika dengan latihn-latihan yang teliti kita sudah bisa menguasai cara ini, maka akal akan menjadi alat yang tajam yang mudah dipakai dan tidak ada soal yang sukar bagi kita, karena kemampuan kita untuk memahami suatu soal akan bertambah baik.

Akal dibimbing oleh kemauan dengan ingatan. Dengan kemauan kita bisa menyuruh akal untuk fokus pada pikiran-pikiran tertentu, dengan ingatan kita bisa mengeluarkan pikiran-pikiran tertentu dari dalam otak agar mendapatkan perhatian akal.

Orang yang ingatannya kuat adalah orang yang mampu memunculkan hal-hal tertentu yang telah diketahuinya pada setiap saat yang ia perlukan. Misalnya seseorang telah membaca sebuah buku, keesokan harinya ia ditanya tentang isi dari buku yang telah ia baca, ia berusaha mengingat-ingatnya, namun isi buku itu tidak muncul-muncul, apa yang telah ia baca rupannya telah tenggelam kedalam bawah sadar, inilah contoh ingatan yang kurang baik. Tentang Ingatan baca selanjutnya.

No comments: